Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Kader Posyandu Terhadap Keterampilan Pengisian Kms Balita Di Desa Bantan Tengah Bengkalis Tahun 2018
Skripsi
Published 2018
Dessy Eka Nursakila
A. Latar Belakang
Program kesehatan yang terkait dalam status kesehatan ibu dan anak di
Indonesia mulai menunjukkan peningkatan, hal ini berperan menurunkan
angka kematian dan kesakitan ibu serta angka kematian bayi (Prasetyarwati,
2012). Pemerintah berupaya memberikan pelayanan kesehatan di setiap Desa
dengan memberdayakan masyarakat dikarenakan peran serta masyarakat di
bidang kesehatan dinilai sangat besar (Depkes RI, 2006).
Wujud nyata bentuk peran serta masyarakat antara lain muncul dan
berkembangnya upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM),
misalnya Posyandu (Ismawati, 2010). Sebagai indikator peran aktif
masyarakat melalui pengembangan UKBM digunakan persentase desa yang
memiliki Posyandu. Posyandu merupakan wahana kesehatan bersumberdaya
masyarakat yang memberikan layanan 5 kegiatan utama (KIA / KMS, KB,
Gizi, Imunisasi dan P2 Diare) dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat (Kemenkes RI, 2010).
Upaya peningkatan peran dan fungsi posyandu bukan semata-mata
tanggung jawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada
dimasyarakat termasuk kader (Ismawati, 2009). Peran kader dalam
penyelenggaraan posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi
informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat
untuk datang ke posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
(Depkes, 2012).
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan
pengembangan/pilihan. Kegiatan utama, mencakup kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare
(Kemenkes RI, 2010). Sedangkan untuk kegiatan pengembangan/pilihan,
masyarakat dapat menambah kegiatan baru disamping lima kegiatan utama
yang telah ditetapkan, dinamakan Posyandu Terintegrasi. Kegiatan baru
tersebut misalnya Bina Keluarga Balita (BKB), Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Bina Keluarga Lansia (BKL) (Depkes, 2012).
Indonesia pada tahun 2013 memiliki 330.000 posyandu yang aktif
dengan jumlah kader 131.383 orang (Depkes RI, 2014). Berdasarkan faktor
yang mempengaruhi kinerja kader yaitu umur, sikap, motivasi,dan kurang nya
keterampilan kader posyandu akan pengisian buku KMS balita, maka dari itu
hal ini secara langsung akan mempengaruhi tingkat keberhasilan program
posyandu khususnya dalam pemantauan tumbuh kembang balita (Kemenkes
RI, 2011).
Indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan
anak/balita adalah pertumbuhan berat badan (Infodatin, 2014). Apabila
kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan
anak terganggu dan berisiko akan mengalami kekurangan gizi dan Sebaliknya,
bila kenaikan berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan
indikasi resiko kelebihan gizi (Latifah, 2008). KMS (kartu menuju sehat)
adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan
indeks antropometri berat badan menurut umur, dengan KMS gangguan
pertumbuhan atau resiko kelebihan gizi dapat diketahui secara dini sehingga
tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih
berat (Mashudi, 2011).
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2013
hanya 46,6% kader posyandu yang pernah mendapat pelatihan tentang
pengisian buku KMS. Menurut 53,4% kader posyandu yang di survey,
penggunaan KMS adalah untuk memantau pertumbuhan balita, akibatnya
pemanfaatan KMS sebagai sarana penyuluhan gizi dinilai masih rendah
(Yunisiswanti, 2008). Hal itu membuktikan bahwa masih lemahnya
keterampilan dan pengetahuan kader tentang KMS bila ditinjau dari aspek
pemanfaatan KMS.
Jika kemampuan, pengetahuan dan keterampilan kader dalam mengisi
grafik berat badan secara benar dan menafsirkan kurang, maka akan berakibat
terjadinya keslahan dalam penafsiran pertumbuhan sehingga tidak diketahui
penyimpangan gizi buruk yang seharusnya terdekteksi secara dini tak dapat
dilakukan pada akhirnya dan terjadilah keterlambatan dalam intervensi dan
penatalaksanaannya (Lenocoly, 2008).
Menurut Sulistyoningsih (2011) Jika keterampilan dan pengetahuan
kader posyandu masih rendah maka hal ini akan mengakibatkan kegiatan
pemantauan pertumbuhan balita yang dinilai dari KMS tidak dilakukan secara
optimal sehingga upaya pemantauan menjadi kurang efektif, dan jika
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan kader dalam mengisi grafik berat
badan secara benar dan menafsirkan kurang, maka akan berakibat terjadinya
penafsiran pertumbuhan sehingga tidak diketahui jika ada penyimpangan
dalam pengisian data itu sendiri dan, sebaliknya jika kader mampu mengisi
grafik berat badan dan menafsirkan KMS dengan benar maka keadaan kurang
gizi akan cepat terdeteksi dan tertangani sehingga status gizi balita menjadi
baik.
Menurut Herawati, (2010) Kader Posyandu sebaiknya mampu menjadi
pengelola Posyandu dengan baik karena merekalah yang paling memahami
kondisi kebutuhan masyarakat di wilayahnya. Pengelola Posyandu merupakan
orang yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu serta kepedulian
terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat (Ismawati, 2010). Oleh sebab itu,
pelatihan pendidikan kesehatan bagi kader Posyandu merupakan salah satu
upaya dalam rangka meningkatkan kapasitas, kemampuan dan keterampilan
kader Posyandu itu sendiri.
Kegiatan pelatihan pendidikan kesehatan pada kader posyandu salah
satunya adalah mengenai keterampilan pengisian buku KMS (Lenocoly,
2008). Kegiatan kader Posyandu ini biasanya difasilitasi oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, swasta maupun organisasi masyarakat, lembaga
kemasyarakatan, dan unsur masyarakat luas termasuk dunia usaha (Sembiring,
2009). Peran dan dukungan Pemerintah kepada Posyandu melalui Puskesmas
dan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu sangat penting untuk
memfasilitasi pelaksanaan berbagai kegiatan kesehatan masyarakat di
Posyandu (Depkes RI, 2006). Peningkatan kapasitas Posyandu pada skala
desa/kelurahan akan mendukung percepatan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, yang merupakan salah satu target kinerja yang ingin
dicapai dalam proses pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Sugianto, 2005).
Menurut Gilbert dalam Notoatmodjo (2009)kinerja adalah apa yang
dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dengan
demikian kinerja sorang individu dapat diukur dari hasil kerja, hasil tugas atau
hasil kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Maka dari itu jika kinerja seorang
kader tidak maksimal maka apa yang dikerjakannya juga tidak akan
membuahkan hasil yang memuaskan (Ahira, 2010). Biasanya hal tersebut
terlihat pada bagian pemantauan hasil berat badan anak dan pemantauan gizi
dari anak itu sendiri pada pengisian buku KMS yang di isi oleh kader
posyandu.
Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan di Posyandu Bina Warga,
ada 4 orang kader Posyandu yang belum memahami akan pengisian KMS.
Setelah melakukan studi pendahuluan dengan wawancara kepada ketua kader
disetiap posyandu Desa Bantan Tengah pada tanggal 09-15 Maret 2017 di
Desa Bantan Tengah didapatkan hasil bahwa pada 34 kader di 6 posyandu
Desa bantan Tengah yakni posyandu Sari ayu, bina warga, bina putra, kempas
baru, mekar sari dan cahaya baru didapatkan 32 orang kader belum
mengetahui tentang status pertumbuhan balita dan tentang
mengintreprestasikan hasil KMS kepada ibu balita.
Berdasarkan latar belakang dan Fenomena di atas, Maka peneliti
tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul“Pengaruh
pendidikan kesehatan pada kader posyandu terhadap keterampilan
pengisian KMS balita di Desa Bantan Tengah“